Ini sebenernya pengalaman pribadi yang aku curhat-kan ke media blog. Beberapa hari yang lalu saat otak dan fikiranku dililit oleh problema anak kedua-ku yang mengalami panas tinggi sejak dua hari lalu. Pagi ini aku berencana bersama istriku akan ke rumah sakit guna memeriksa darah Kayla dan penyebab panas tingginya, namun karena sifatnya mendadak aku tak sempat membuat surat cuti untuk keperluan ijin tak masuk kantor. Istriku telah konfirmasi ke Dokter spesialis anak bahwa jam tugas beliau adalah pukul 11.00 s/d 14.00, itu artinya aku masih punya beberapa jam kedepan untuk mempersiapkan segalanya, termasuk untuk datang dulu ke kantor guna memenuhi janji dengan salah satu emiten yang ingin berkonsultasi mengenai Peraturan Pasar Modal.
Kesempatan waktu ini akan aku gunakan untuk absensi sekaligus mohon ijin pulang lebih cepat demi keperluan dimaksud. Jam menunjukkan pukul 07.05 WIB, artinya aku masih punya waktu sekitar 24 menit lagi sebelum akhir batas aman absensi pukul 07.30 WIB. Bila telat sedikit saja maka melayanglah 1,5% potongan uang gajiku karena telat. Aku memprediksikan dengan kecepatan rata-rata 40-60kpj di jalan Jakarta yang selalu macet, maka aku bisa tepat ke Kantor sekitar pukul 07.25-an WIB, artinya aku masih punya batas aman 5 menit kedepan untuk parkir motor.
Namun bayangan untuk sampai tepat waktu sepertinya harus dilalui dengan cobaan dijalan. Entah kenapa tanpa sadar dan tak disengaja karena pikiran yang risau (lebih parah dari galau) ketika mendahului sebuah sedang kelas premium (Toyota Camry), knalpot motorku menyentuh bemper depannya, Alhamdulillah tak ada sedikitpun guratan melukai bemper depannya, namun sang pengendara membunyikan klakson bertubi-tubi kearahku sembari memberi tanda agar aku menepi. Karena harga diri dan rasa bersalah aku menepi, mematikan motor, turun dari motor dan membuka helm, tak lupa menyalami sang driver agar hati diantara kita sama-sama tenang. Kami berbincang dan berdebat sedikit, namun karena tidak ditemui lecet atau guratan sedikitpun di bemper mobilnya maka SPB hanya meminta toleransinya dan memohon maaf atas kesalahan yang tak disengaja. (SPB juga heran, kemana guratan dibempernya…? karena pertolongan Tuhan atau memang mobil kelas premium memiliki bahan bemper yang bagus…?).
SPB yakin. pengendara itu bukan pemilik asli sedan mewah tersebut. Dari gaya, tampilan, bahasa tubuh, logat dan aksen bicaranya bukan menandakan hal tersebut. Kasar, bicara keras tanpa ada etika bahasa yang baik, melotot dan tak memiliki toleransi terhadap pihak yang sudah mengaku bersalah. Beberapa Ojekers dipinggir jalan turut ikut turun rembug, mereka sebagian besar membela SPB, ada yang bilang :…orang mobilnya gak pa’pa kok minta ganti, lecet juga enggak….” atau ada juga yang bilang :…orang kaya masih minta pek go buat kebengkel…aya-aya wae…” dan celoteh pinggir jalan khas ojekers Betawi. Mungkin karena merasa gak enak hati pada akhirnya dia masuk lagi kemobil sambil memaki-maki gak karuan…ampuuuun.
Ternyata tak sampai disitu, ketika bertemu lagi di akhir jalan menuju kantor, ditengah kemacetan dia seakan-akan memojokkan posisi SPB ditengah-tengah kendaraan. Tak ada celah untuk mendahului. Setiap kali ada kesempatan jalan, dia berusaha menutup akses ruang gerak sepeda motor SPB. Masalahnya bukan hanya mobil dia yang kena nanti, tapi pasti kendaraan disampingnya juga akan terkena bila SPB memaksakan emosi berbicara. Tambah runyam. SPB biarkan saja ulah bodohnya, padahal jika ada celah 10 centi aja (5cm di spion kiri dan 5cm di spion kanan) diantara spion-spion itu SPB bisa mendahului dengan sukses, bahkan mungkin bisa mengejar waktu yang tinggal 5 menit lagi menuju kantor. Namun dia menutup jarak dengan memposisikan spion sebagai penghalang. Pintar juga.
Ahhhhh….sabar aja, toh tak lama lagi SPB sampai kok ke kantor, meski harus mengorbankan 1,5% terpotong uang gaji. Daripada sudah kepotong gaji nanti malah makin berdosa sama orang karena melukainya, apalagi sampai keluar biaya ganti rugi segala, SPB pasrah aja. Masalah yang ada sudah ribet jangan ditambah ribet lagi.
Santai aja kali ya…..